Emotion, Humour

Ramadhan di Australia

Mungkin bulan Ramadhan kali ini adalah bulan paling aneh selama 25 tahun saya hidup di dunia ini (lebay). Duh, maaf ya jiwa alay saya ternyata masih hidup. Tinggal duduk depan laptop dan jari saya mulai menari (again!) di keyboard, blas, Bahasa alay berhamburan di mana-mana. Andai Bahasa alay lebay bisa dipakai buat essay duh 40.000 kata buat tugas jadi dalam sehari ya. Anyway, balik lagi ke topik Ramadhan di Australia. It feels really weird. Strange, even. Memang bukan pertama kali saya puasa tanpa keluarga di purwokerto, tapi ini benar-benar pertama kalinya saya puasa bukan di Indonesia. Selama 7 tahun saya di Brebes, saya selalu berpuasa di Pondok sebelum pulang ke rumah seminggu sebelum lebaran. Begitu pula di Jakarta. Saya selalu berpuasa di kosan bersama teman-teman sebelum pulang kampung, Saya bahkan sangat merasakan nikmatnya macet mudik lebaran, berebutan tiket bus ketika kereta sudah penuh bahkan 3 bulan sebelum lebaran. Pesawat? Please. Bandara terdekat hanya Jogja dan total perjalanan Jogja-Purwokerto pastinya melebihi perjalanan dari Jakarta ke Jogja. Oops. I lied tho. Lebih karena tiket pesawat mahal jadi saya anti naik pesawat kecuali itu promo or gratis. Bulan puasa pertama di luar negeri. Bahkan berbeda benua dan zona waktu. Aneh sekali rasanya. Feels so surreal. Aneh tapi nyata gitu deh. Mungkin karena suasanya sangat berbeda. Mungkin juga karena orang-orang di sekitar saya tidak berpuasa seperti saya. Mungkin juga karena ini bukan di Indonesia. Dan masih banyak mungkin-mungkin yang lainnya. Saya terkadang masih sukar menemukan emosi yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang saya rasakan. Segala hal yang ada disini masih saja sering membuat saya takjub dan bingung. Berada di Negara orang, belajar disini, tinggal di rumah ala Australia, sekelas bersama bule-bule dari seluruh dunia. Semua itu terasa sangat nyata tapi sulit saya percaya. Siapa sangka hanya dua tahun setelah saya wisuda, saya tidak lagi berada di Indonesia. Ya seperti mimpi tapi nyata. Ada dan tiada. kurang lebih seperti itu. Begitu juga berpuasa di sini. Sangat aneh sekali rasanya. Untuk menghindari area abu-abu, mari kita bahas hal-hal yang saya sudah yakin saja.

Mungkin saya bisa mulai dengan serba-serbi puasa di Australia. Hal

Puasa di Australia; Hampir paling pendek sedunia

paling menyenangkan dari puasa disini adalah pendeknya waktu berpuasa. Seperti yang terlihat di gambar, durasi puasa di Canberra hanya bekisar 11 jam, kedua terpendek dan 3 jam lebih pendek dari Indonesia. Bayangkan betapa enaknya puasa disini hahaha Saya sahur sekitar jam 5 pagi dan subuh jam setengah 6 lalu jam 5 sore, saya sudah bisa buka! Benar-benar tidak terasa sedang puasa. Terlalu cepat menurut saya. Belum sempat perut keruyukan, sudah adzan. Tapi cukup menyenangkan dan suatu hal yang patut saya syukuri. Adik saya saja sangat iri. Saya punya kebiasaan baru. Mentang-mentang saya buka duluan, saya akan foto menu buka saya ke grup WhatsApp keluarga (hahaha yup keluarga modern). Adik saya akan protes dan marah-marah karena dia masih harus menunggu sekitar 3 jam lagi. Yah, membuat adik saya iri adalah tujuan hidup saya hahahaha

 

Selain itu Australia sedang mengalami pergantian musim. Dari musim gugur ke musim dingin. Temperatur sudah turun drastris. Hari ini sudah mencapai -3 derajat. Cukup dingin. Saya sudah memakai jaket dan kaos kaki tebal bahkan di dalam rumah. Enaknya musim dingin, waktu siang hari berkurang. Itulah kenapa kami puasa lebih pendek. Selain itu, ketika saya berpuasa saya belum pernah merasa kehausan. Berbeda ketika di Indonesia yang mataharinya selalu menyengat. Bahkan di Purwokerto saja saya sudah sering kepanasan dan hampir tidak pernah memakai jaket kemanapun. Apalagi di Jakarta. Duh, membayangkannya saja saya sudah kegerahan (or mungkin karena saya duduk di depan heater jadi panas 😀 ) Itu yang berbeda. Musim dingin memang waktu yang sangat pas untuk puasa. Bayangkan saja kalau saya harus puasa di musim panas. Australia dikenal sebagai ‘hell’ atau neraka kala musim panas tiba. Selain suhu bisa mencapai 42 derajat, waktu siang hari juga lebih panjang. Jam 9 (9 malam kalau ‘normal’) langit masih terang benderang. Bisa dilihat di peta, Negara dengan 21 jam sudah pasti menunjukkan summer, siang hari yang lebih panjang dan tentu saja puasa yang lebih menyiksa dari kita semua. Mari kita berdoa saja untuk saudara kita yang berpuasa selama musim panas di belahan bumi lain. Dan jangan lupa bersyukur juga kita tidak mengalami puasa seperti mereka.

Hari ini saya cukupkan dulu. Cukup singkat tapi memang saya hanya ingin menuliskan kelebihan puasa di Australia. Sambil menulis, saya mencoba memikirkan hal menarik dan asik lain disini. Tapi kok stuck dan cuma menemukan dua hal diatas ya. Jadi saya cukupkan saja tulisan saya kali ini. Semoga besok saya bisa menulis lebih banyak lagi.

Sampai jumpa lagi!

 

Leave a Reply

6 Comments to “Ramadhan di Australia”

  1. Aaaaa mauuuu mauuuumauuuuu.. Enak banget cuma 11 jam ceuuu.. Kalo gue puasaaa di sana kayaknya berat badan bisa dikontrol. Di sini mah kalo puasa langsung bikin kurus 🙁

    Reply
  2. ye yey.. Yummy is Back!

    Wah, selama di Mesir saya mengidamkan Ramadhan di Musim dingin, karena puasa lebih pendek dan kita bisa hibernasi 😀

    Selama 4 tahun ini, Ramadhan selalu musim panas dan tahun ini cobaannya bertepatan dengan UAS. Anyway, senada dengan perkataanmu Ukhti, kita harus selalu bersyukur apapun kondisinya. ditunggu cerita selanjutnya.

    Reply
  3. Wahh ukhti, bikin ngiri, saya jadi kepengen puasa di negeri orang juga. feel so excited too~~ wkwkwk
    semoga bisa nyusul habis ngabdi di alhikmha nanti trus cuss ke ausi juga ehheheeh~~
    salam dari kota istimewa 🙂

    Reply

Tinggalkan Balasan ke buron Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *